Juni. Saya selalu merasa bulan yang satu ini adalah bulan yang istimewa.
Istimewa karena saya lahir di bulan yg disebut Juni ini. Alasannya memang
mengada-ada..,tapi bukannya semua ide tulisan saya dari kemarin-kemarin selalu
mengada-ada ? Baiklah saya teruskan tulisan mengada-ada ini dan pembahasan
kembali ke soal bulan, Juni.
Juni selalu jadi menarik. Meskipun kadang yg terjadi ternyata
biasa-biasa saja, saya selalu beranggapan kalau Juni itu penuh dengan berkat,
banyak rezeki menanti saya di sana dan hal-hal menyenangkan lainnya. Itu yang
saya rasakan setidaknya sampai akhir Mei kemarin. Iya..,cerita saya kali ini
berawal dari akhir Mei.
26 Mei 2013. Saya mendapat kabar bahwa saudara laki-laki nenek saya,
yang selalu saya panggil “Nenek” (kebiasaan di Toraja jaman dulu tidak mengenal
istilah “kakek”, dan saya hidup di tengah keluarga yang masih punya kebiasaan
seperti ini. Semua yang tua, laki-laki atau perempuan dipanggil nenek) masuk
rumah sakit untuk kesekian kalinya. Puncaknya seminggu setelahnya, 2 Juni 2013 “nenek”
saya ini akhirnya dipanggil Tuhan. Sedih ? Itu sudah pasti. Tapi saya tidak
akan jauh dengan kesedihan yg mengikuti kepergiannya. Saya hanya akan berbagi
soal alasan saya tersenyum ketika mengingat orang tua saya ini. Saya punya dua
hal berkesan dari orang yang kami panggil “Nenek” ini.
Yang pertama:
Sekitar 9 tahun yang lalu, waktu saya sedang mengisi formulir
pendaftaran di salah satu perguruan tinggi swasta di Makassar yang kelak
menjadi kampusku. Sebagaimana kebanyakan korban kegagalan SPMB lainnya, saya
memutuskan untuk kuliah di kampus swasta dengan jurusan yang sama atau agak
mendekati dengan incaran saat SPMB. Secara saya cinta mati dengan arsitek, dan
kebetulan kampus yang jadi pelarian saya tidk punya jurusan arsitektur, waktu
itu saya sudah yakin untuk memilih
jurusan Teknik Sipil di kampus swasta itu. Saat sedang mengisi formulir
pendaftaran, nenek saya ini yang saat itu duduk persis di depan meja tempat
saya mengisi formulir bertanya tentang jurusan yang akan saya pilih. Saya jawab
“Sipil”. Diapun menyarankan saya untuk tidak memilih jurusan itu dengan
pertimbangan saya “perempuan”. Sebenarnya alasan itu tidak cukup kuat, tapi
entah kenapa saya benar-benar tidak memilih jurusan teknik sipil. Saya malah
mengikuti jurusan yang dia sarankan: Akuntansi.
Sampai sekarang saya masih heran, kenapa waktu itu saya menurut saja dan
tidak berusaha berdebat untuk mempertahankan pilihan saya ? Apalagi alasan
beliau hanya karena saya perempuan. Entahlah karena putus asa dan pemikiran “yang
penting kuliah” makanya saya menurt saja waktu itu. Memang sih, sepanjang
perkuliahan saya tidak begitu menikmati jurusan ini. Yang penting kuliah. Itu
yang ada di pikiran saya. Tapi ceritanya mulai berbeda saat saya sudah bukan
lagi mahasiswa. Apalagi sekarang ini. Saya tidak harus punya uang banyak
seperti orang-orang lain untuk tersenyum dan bahagia karena dulu kuliah di jurusan
akuntansi. Saya tersenyum, bersyukur karena waktu pengisian formulir nenek saya
ada di depan saya, dan saya jadi anak yang penurut waktu itu.
Yang kedua
Ini tidak ada hubungannya dengan kuliah. Ini soal meja makan. Bermodal
gaya preman yang sudah merasuki segala sendi kehidupan saya, sayapun langsung
makan saja tanpa berdoa lebih dulu. Nenek saya yang saat itu sedang berada di
ruang makan juga, melihat dan menegur saya “berdoa..,berdoa..”. Dengan santai
saya nyeletuk (dalam bahasa Toraja)”apopa ladisambayang-i na manuk mo dikande”
(dalam bahasa Indonesia, kira-kira artinya “untuk apa lagi berdoa kalau saya makan
ayam”). Beliau hanya tertawa mendengar jawaban saya yang seperti itu. Tapi
melihatnya tertawa, malah saya yang kepikiran dengan kata-kata saya itu. Sebut
sajalah saya merenungi kata-kata sendiri. “Untuk apa lagi berdoa kalau saya makan ayam”. Iya, kadang kita berdoa
hanya untuk meminta. Meminta Tuhan memberi lebih, meminta Tuhan memberi kenyamanan
dan semua yang enak, meminta “ayam”. Memang tidak ada yang salah dengan
meminta, tapi berdoa tidak melulu soal meminta, kan ? Berdoa juga seputar
bersyukur. Itu yang saya lupakan saat sedang makan “ayam”.
|04 Juni 2012. Saya menulisnya di tempat saya mengisi formulir pendaftaran kurang lebih 9 tahun yang lalu. Terima kasih telah "menjodohkan" saya dengan akuntansi.
2 komentar:
bisamiko jadi penulis sarti... hehehe
Amin sajalah....hahahaha
Posting Komentar